Jakarta,
Setelah terlahir ke dunia, setiap bayi
dianugrahi kemampuan untuk mempelajari bahasa apapun yang ada di dunia,
bahkan konon mereka memiliki kemampuan super di bidang linguistik yang
tak dimiliki orang dewasa.
Misalnya, seorang bayi berusia 6 bulan
dapat membedakan suara-suara dari berbagai bahasa yang tak bisa
dibedakan orang yang tak menggunakan dua bahasa (non-bilingual) seperti
huruf 'd' dalam bahasa Inggris dengan 'd' dalam bahasa Hindi.
Bayi
juga bisa menebak apakah seseorang berbicara dalam bahasa Inggris atau
Perancis hanya dengan melihat bentuk bibir dan ritmenya. Padahal
kemampuan ini biasanya hanya dimiliki oleh orang-orang yang berbicara
dalam dua bahasa (bilingual).
Sayangnya, ketika mencapai usia 10
bulan, kemampuan ini tiba-tiba menghilang. "Ketika mereka mulai bisa
menerima bahasa ibunya secara lebih baik, mereka jadi kurang sensitif
terhadap suara-suara yang bukan berasal dari bahasa ibunya," kata Janet
Werker, psikolog dari University of British Columbia, Vancouver seperti
dilansir dari CNN, Selasa (9/10/2012).
Penasaran, Werker dan rekan-rekannya pun mencari tahu faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kondisi tersebut.
Dari
studi tersebut diketahui bahwa 20 persen wanita mengalami gangguan mood
atau mood yang berubah-ubah selama masa kehamilan dan lebih dari 13
persen mengonsumsi antidepresan ketika hamil. Dari situlah tampaknya
ditemukan kaitan antara dampak depresi dan pengobatannya terhadap
hilangnya sensitivitas bayi terhadap bahasa selain bahasa ibunya.
Untuk
memperoleh kesimpulan itu, peneliti membagi partisipan ke dalam tiga
kelompok; 32 bayi yang ibunya mengonsumsi antidepresan selama hamil, 21
bayi yang ibunya mengalami depresi selama hamil tapi tidak minum
antidepresan dan 32 bayi yang ibunya tidak mengalami depresi.
Para
bayi ini pun diminta menjalani tes yang melibatkan beberapa jenis suara
(seperti membedakan huruf 'd' dalam bahasa Inggris versus 'd' dalam
bahasa Hindi) dan menonton sejumlah orang berbicara dalam beberapa
bahasa tanpa suara.
Lalu peneliti menemukan bahwa depresi dan
konsumsi antidepresan tampaknya menyebabkan munculnya perbedaan
sensitivitas para bayi ini terhadap beberapa bahasa yang berbeda.
Pasalnya,
bayi yang ibunya tidak depresi dapat melakukan performa sesuai yang
diharapkan, mereka cenderung berhasil melakukan tes dan dapat membedakan
beberapa bahasa ketika berusia 6 bulan dan akhirnya gagal pada usia 10
bulan.
Sebaliknya, bayi yang ibunya terkena depresi (tapi tidak
mengonsumsi antidepresan) gagal membedakan sejumlah bahasa pada usia 6
bulan namun berhasil melakukannya ketika mencapai usia 10 bulan.
Kemudian bayi yang ibunya mengonsumsi antidepresan terlihat mengalami
kegagalan dalam tes pada usia 6 bulan dan 10 bulan.
Namun
peneliti mengaku tak yakin dengan alasan di balik kondisi ini, mereka
juga tak tahu apakah kondisi ini berarti baik atau buruk bagi si bayi.
Peneliti hanya menduga keterlambatan munculnya sensitivitas bahasa pada
bayi yang ibunya depresi tapi tidak minum antidepresan dikarenakan si
bayi tidak banyak terlibat dalam perbincangan karena ibunya tertekan
selama hamil.
Dugaan lain, hal ini ada kaitannya dengan senyawa
kimia dari dalam otak ibu dan pengaruh konsumsi antidepresan terhadap
perkembangan otak si bayi, terutama bagi bayi yang ibunya mengonsumsi
obat-obatan ini.
Studi ini telah dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.
(ir/ir)
Sumber : http://health.detik.com/read/2012/10/09/170043/2058580/1300/ibu-depresi-bikin-kemampuan-linguistik-bayi-menurun?l771108bcj