Iklan Berbayar

Penelitian: Balita di Pegunungan Berisiko Terganggu Perkembangan Otaknya

Jakarta, Sepertinya ada kabar buruk bagi mereka yang tinggal di dataran tinggi atau pegunungan. Di balik hawanya yang sejuk dan alamnya yang cenderung asri, anak yang tinggal di dataran tinggi berisiko terganggu perkembangan otaknya, demikian kesimpulan sebuah penelitian.

Dalam sebuah penelitian yang dimuat Journal of Pediatrics, ilmuwan menemukan bahwa anak yang tinggal di dataran tinggi berisiko terganggu perkembangan otaknya karena kurangnya oksigen di daerah tersebut. Aliran darah di rahim dapat mengalami penurunan sehingga mempengaruhi otak janin yang sedang berkembang.

Penelitian ini dilakukan di dataran tinggi Amerika Selatan. Kebanyakan balita yang tinggal di sana banyak yang mendapat skor buruk dalam tes perkembangan otak. Sebanyak 2.000 orang anak balita diperiksa di kantor dokter di Argentina, Brasil, Bolivia, Chili dan Ekuador pada tahun 2005 dan 2006.

Para balita diberi serangkaian tugas pemecahan masalah dan tugas motorik untuk mengukur risiko gangguan perkembangan yang mungkin ada. Secara umum, sebanyak 1 dari 5 anak-anak berusia 3 bulan sampai 2 tahun berisiko terhambat perkembangannya. Perbandingan ini naik menjadi 1 banding 3 pada anak yang tinggal di daerah dengan ketinggian 2.600 meter di atas permukaan air laut.

"Temuan kami menekankan kebutuhan bagi penyedia perawatan kesehatan dan pembuat kebijakan untuk mengenali bahwa ketinggian dapat meningkatkan risiko gangguan perkembangan, tidak hanya untuk pertumbuhan fisik, tetapi juga perkembangan kognitif dan neorologis," kata peneliti, George Wehby dari University of Iowa seperti dilansir Medical Daily, Minggu (4/11/2012).

Hasilnya menemukan bahwa untuk setiap kenaikan ketinggian 100 meter, risiko anak-anak terkena gangguan perkembangan naik 2 persen. Dibandingkan dengan anak-anak yang hidup di daerah dengan ketinggian 800 meter di atas permukaan laut, yang tinggal di daerah dengan ketinggian lebih dari 2.600 meter lebih berisiko 2 kali lipat terhambat perkembangannya.

Semua bayi di Bolivia tinggal pada ketinggian di atas 2.600 meter dan anak-anak di Argentina, Brasil dan Chili hidup di bawah ketinggian tersebut. Ekuador adalah satu-satunya negara dalam penelitian yang anak-anaknya tinggal di dataran rendah dan tinggi.

Walau demikian, Wehby mengatakan bahwa faktor oksigen bukanlah satu-satunya penyebab. Jam kerja orang tua, akses terhadap makanan bergizi dan faktor lingkungan lain juga dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan anak. Ia juga menegaskan bahwa penelitiannya ini belum tentu dapat digeneralisasikan ke daerah lain.


(pah/vit)



Sumber :  http://health.detik.com/read/2012/11/05/115902/2081517/1300/penelitian-balita-di-pegunungan-berisiko-terganggu-perkembangan-otaknya?l882210755

Arsip Blog